- Dipublikasikan oleh BMKG DI Yogyakarta,
- 24 Agustus 2024
Yogyakarta, 23 Agustus 2024. Sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia, Indonesia seyogianya mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan dan memperoleh keuntungan dari hasil pertanian jika dikerjakan dengan optimal. Salah satunya dengan memperhatikan cuaca dan iklim pada saat periode tanam dan panen.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan di tengah laju perubahan iklim yang kian cepat, petani Indonesia harus melakukan langkah adaptasi secepat mungkin. Adaptasi ini menjadi penting mengingat dampak perubahan iklim sudah sangat terasa–utamanya bagi sektor pertanian.
“Salah satu dampaknya adalah siklus hidrologi semakin cepat, angin semakin kencang, cuaca ekstrem, dan gelombang tinggi membuat abrasi. Nah ini berdampak pada tanaman pertanian termasuk komoditas cabai,” kata Dwikorita pada Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik di Balai Kelurahan Bugel, Kapenawon Panjatan, Kulon Progo, Yogyakarta, Jumat (23/8).
Adapun langkah adaptasi yang harus dilakukan oleh para petani di Kulon Progo antara lain menyesuaikan pola tanam. Misalnya ketika BMKG telah memberikan informasi prakiraan musim kemarau sejak enam bulan sebelumnya, para petani dapat bersiap dan menyesuaikan jenis tanaman yang akan ditanam di lahan.
Sebaliknya, ketika memasuki musim penghujan, maka petani dapat menanam komoditas tanaman yang mampu bertahan pada musim hujan. Langkah-langkah adaptasi ini akan meminimalisir kerugian bagi petani dan menjauhkan dari potensi gagal panen.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mencatat, produksi tanaman sayuran–termasuk cabai di Provinsi DI Yogyakarta dalam satu tahun mampu memproduksi sebanyak 336.551 kuintal cabai keriting dan 151.977 kuintal cabai rawit. Besarnya angka ini menandakan banyak masyarakat di Yogyakarta yang berprofesi sebagai petani cabai sebagai ladang mencari rezeki.
Oleh karenanya, menurut Dwikorita ke depan produksi pertanian komiditas cabai harus terus ditingkatkan. Sehingga, dengan SLI, petani diajak belajar bersama, bekerja bersama untuk bisa mengamati iklim. Di sisi lain, secari periodik, BMKG selalu memberikan informasi prakiraan musim dan cuaca agar petani mampu menyusun perencanaan kapan waktu tanam cabai terbaik.
Pun, perihal laju perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem, BMKG mampu memberikan informasi prakiraan cuaca tiga hari hingga sepekan. Informasi ini dapat dijadikan acuan bagi para petani untuk melakukan persiapan dan langkah mitigasi terhadap tanamannya agar tidak terdampak buruk.
“Kalau ada hujan lebat tanaman cabainya harus diapakan petani bisa lebih siap. Jadi ada perencanaan agar tidak gagal panen. Kalau gagal panen kan kerugian. Jika cabai langka maka harganya akan naik dan mempengaruhi harga-harga lainnya dan dapat menyebabkan inflasi,” ujarnya.
Saat ini, wilayah Kulon Progo sedang memasuki musim kemarau dengan intensitas hujan sangat rendah–bahkan telah mengalami hari tanpa hujan selama empat bulan. Kemudian pada bulan September mulai terdapat curah hujan 21-50 mm per satu bulan, dan pada Oktober mulai memasuki musim hujan.
“Jadi itulah maksudnya, kita beradaptasi terhadap perubahan iklim. Juga harus melakukan mitigasi perubahan iklim dengan jangan sering bakar sampah sembarangan,” jelas Dwikorita.
Sementara itu Kabid Holtikultura, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Wiwin Suryawati–yang mewakili Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X memberikan apresiasi kepada BMKG yang telah menyelenggarakan SLI bagi para petani di wilayah Kelurahan Bugel, Kapenawon Panjatan, Kulon Progo.
“Apresiasi kami berikan karena SLI bertujuan untuk memberikan informasi adaptasi perubahan iklim khususnya pada bidang pertanian,” ujarnya.
Lebih lanjut, DI Yogyakarta menjadi salah satu provinsi lumbung pangan dan ketahanan pangan menjadi prioritas utama yang harus dijaga. Oleh karenanya untuk meningkatkan produksi pertanian harus memperhatikan perubahan iklim. SLI tematik adalah inisiatif yang tepat dan relevan dalam menghadapi tantangan tersebut.
“Dengan memfokuskan pada komoditas cabai di sini, kegiatan ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang informasi cuaca dan iklim dari BMKG tapi juga memberdayakan petani untuk mengadaptaSi teknik Bertani sesuai dengan kondisi iklim yang terus berubah,” jelasnya.
Kegiatan SLI Tematik ini merupakan kegiatan kerjasama dengan Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DI Yogyakarta dengan komoditas Cabai dan diikuti oleh PPL, POPT dan para petani cabai dari Kelompok Tani Gisik Pranaji, Sido Muncul, Gisik Wonotoro, Bangun Karyo dan Janjang Wetan dengan jumlah peserta 55 orang.
Sumber : Humas BMKG
Dokumentasi : Humas BMKG